BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeluaran konsumsi masyarakat adalah salah
satu variabel makro ekonomi yang dilambangkan “C”. Konsep konsumsi yang
merupakan konsep yang di Indonesiakan dalam bahasa Inggris “Consumption”,
merupakan pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga ke atas barang-barang
akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang-orang
yang melakukan pembelanjaan tersebut atau juga pendapatan yang dibelanjakan.
Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan, dilambangkan dengan
huruf “S” inisial dari kata saving. Apabila pengeluaran-pengeluaran
konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah
pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. (Dumairy, 1996: 114).
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian,
dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau
konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena
ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan
kegiatan produksi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan
produksi. Prinsip dasar konsumsi adalah “saya akan mengkonsumsi apa saja dan
jumlah beberapapun sepanjang: anggaran saya memadai dan saya memperoleh
kepuasan maksimum“.
Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro
ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam.
Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan
nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari
pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga
mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu
ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya.
(Sukirno, 2003 : 338). Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin
besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi
terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal
Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pendapatan
dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal to Save, MPS). Pada
pengeluaran konsumsi rumah tangga terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga
tersebut, yaitu besarnya pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun
tidak ada pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran
konsumsi otonom (outonomous consumtion).
Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada
konsumsi karena peranan sektor investasi dan ekspor mendorong pertumbuhan
ekonomi. Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya,
maka penyusun akan meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi konsumsi masyarakat di Indonesia. Demikian latar belakang yang
bisa kami sajikan selanjutnya kami akan membahas secara rinci dalam pembahasan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa konsumsi dan
fungsi konsumsi itu?
2.
Apa Yang Menjadi Variabel
Lain Yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi ?
3.
Apa Yang Menjadi
Prinsip Konsumsi ?
4.
Bagaimana Teori
Konsumsi Dalam Perbaikan Ekonomi ?
C. Tujuan
Tujuan dibuantnya makalah ini ialah untuk:
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori konsumsi.
b. Mengetahui apa saja yang menjadi prinsp-prinsip konsumsi.
c. Mengetahui apa yang mempengaruhi konsumsi
tersebut.
d. Mengetahui bagaimana teori konsumsi dalam perbaikan ekonomi.
e. Diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu
Ekonomi Makro.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi
Konsep konsumsi, yang merupakan konsep yang di
Indonesiakan dari bahasa inggris ”Consumtion”. Konsumsi adalah
pembelanjaan atas barangbarang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan
tersebut. Teori Konsumsi adalah teori yang mempelajari
bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian /
penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah bagaimana ia
memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai
situasi.
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian,
dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau
konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam
perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatandisposebel)
perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan : i.
Fungsi konsumsi ialah : C = a + By. Dimana a adalah konsumsi rumah tangga
ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C
adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan
antara pendapatan disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan
tabungan yaitu kosep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan
mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi
marginal dan kecondongan mengkonsumsi ratarata. Kencondongan mengkonsumsi
marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal
Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan
disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan
formula : MPC = Yd . CΔ
Kencondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan
dengan APC (Average Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai
perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat
pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC
dapat dihitung dengan menggunakan formula : APC = Yd.C
Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi
dua yaitu kencondongan menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata.
Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal Propensity to
Save) adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan
pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan
menggunakan formula : MPS = Yd.SΔ.
Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan
dengan APS (Average Propensity to Save), menunjukan perbandingan di
antara tabungan (S) dengan pendapatan disposebel (Yd). Nilai APS dapat dihitung
dengan menggunakan formula : APS = Yd. S.
1.
Teori Konsumsi John
Maynard Keynes
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis
statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan
introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa,
kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume)
jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan
satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi
kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan
kibijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan
konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi
terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage
prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa
tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam
proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan
merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki
peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bungaterhadap
konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari
tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat
sekunder dan relatif tidak penting.Berdasarkan tiga dugaan ini,fungsi konsumsi
keynes sering ditulis sebagai C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
C = konstanta
c = kecenderungan mengkonsumsi marginal
Secara singkat di bawah ini beberapa catatan
mengenai fungsi konsumsi Keynes :
a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi
Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran
konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa
pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan
nasional yang terjadi atau current national income.
c. Pendapatan absolute disebutkan bahwa fungsi
konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai
pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif,
pendapatan permanen dan sebagainya.
d. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi
konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi
berbentuk lengkung. (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 146 ).
2.
Teori Konsumsi dengan
Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman)
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen
dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan
pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan
permanen adalah :
a. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap
periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari
gaji, upah.
b. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor
yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan
sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Friedman menganggap pula bahwa tidak ada
hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara
konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan
pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol
yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka
tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi.
3.
Teori Konsumsi dengan
Hipotesis Siklus Hidup
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan
oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran
konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola
pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus
hidupnya.
Karena orang cenderung menerima penghasilan /
pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah
pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan
perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving),
orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda
mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia
menengah.
Selanjutnya Modigliani menganggap penting
peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi.
Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena
adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan
harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar.
Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka,
dan tidak hanya orang yang sudah pension saja. Apabila terjadi kenaikan dalam
nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih
lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan
hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi,
ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain.
4.
Teori Konsumsi dengan
Hipotesis Pendapatan Relatif
James Dusenberry mengemukakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya
pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen
tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan
tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila
pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi brtambahnya
tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar
dengan pesatnya.
Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat
pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak
dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak
menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak
bertambahnya saving tidak begitu cepat. Dalam teorinya,
Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu:
a. Selera sebuah rumah tangga atas barang
konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
b. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel.
Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan
pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
B.Beberapa
variabel lain yang mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi
Perkembangan ekonomi yang terjadi
mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran
konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang
beredar seperti sebagai berikut:
1. Selera
Di antara orang-orang yang berumur sama dan
berpendapatan sama, beberapa orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak dari
pada yang lain. Hal ini dikarenakan ada nyaperbedaan sikap dalam penghematan (thrift).
2. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi misalnya: umur,
pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga. Biasanya pendapatan akan tinggi
pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan mencapai puncaknya pada umur
pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua. Demikian juga dengan
pendapatan yang ia sisihkan (tabung) pada kelompok umur tua adalah rendah. Yang
berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif tinggi pada kelompok muda dan
tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan adanya perbedaan proporsi
pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur, maka naiknya umur rata-rata
penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat.
3. Kekayaan
Kekayaan secara eksplisit maupun implisit,
sering dimasukan dalam fungsi konsumsi agregat sebagai faktor yang menentukan
konsumsi. Seperti dalam hipotesis pendapatan permanen yang dikemukakan oleh
Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani menyatakan bahwa hasil bersih (net
worth) dari suatu kekayaan merupakan faktor penting dalam menentukan
konsumsi.
4. Keuntungan / Kerugian Capital
Keuntungan kapital yaitu dengan naiknya hasil
bersih dari kapital akan mendorong tambahnya konsumsi, sebaliknya dengan adanya
kerugian kapital akan mengurangi konsumsi. Menurut John J. Arena menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi agregat dan keuntungan kapital karena
sebagian saham dipegang oleh orang-orang yang berpendapatan tinggi dan konsumsi
mereka tidak terpengaruh oleh perubahan perubahan jangka pendek dalam harga
surat berharga tersebut. Sebaliknya Kul B. Bhatia dan Barry Bosworth menemukan
hubungan yang positif antara konsumsi dengan keuntungan kapital.
5. Tingkat harga
Naiknya pendapatan nominal yang disertai
dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah
konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah konsumsi riilnya walaupun ada
kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga secara proposional, maka ia
dinamakan bebas dari ilusi uang (money illusion) seperti halnya pendapat
ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi riilnya maka dikatakan
mengalami “ilusi uang” seperti yang dikemukakan Keynes.
6. Barang tahan lama
Barang tahan lama adalah barang yang dapat
dinikmati sampai pada masa yang akan datang (biasanya lebih dari satu tahun).
Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran
konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama, seperti lemari es,
perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat.
Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun
pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini
menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut
pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi.
7. Kredit
Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan
sangat erat hubungannya dengan pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah
tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga dapat membeli barang pada waktu
sekarang dan pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Namun demikian, ini
tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan
melakukan konsumsi yang lebih banyak,karena apa yang mereka beli sekarang harus
dibayar dengan penghasilan yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan
beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya tingkat
bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat bunga tidak merupakan faktor
dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana
faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang
muka akan menurunkan jumlah uang yang hurus dibayar secara kredit. Sedangkan
semakin panjang waktu pelunasan akan meningkatkan jumlah uang yang harus
dibayardengan kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak adanya kejelasan mengenai
pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi.
C. Prinsip Teori Konsumsi
1. Barang (goods) yang di konsumsi mempunyai sifat
semakin banyak akan semakin besar manfaatnya. Dengan demikian, jika sesuatu
yang bila dikonsumsi semakin banyak justru mengurangi kenikmatan hidup (bad)
tidak dapat didefinisikan sebagai barang, misalnya penyakit.
2. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh
seseorang karena ia mengkonsumsi barang, Dengan demikian Utilitas merupakan
ukuran manfaat (kepuasan) bg seseorang karena mengkonsumsi barang. Keseluruhan
manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang disebut
dengan Utilitas total (Total Utility) Utilitas marjinal (marginal utility)
adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah satu unit konsumsi
barang tertentu.
3. Pada teori Utilitas berlaku Hukum Pertambahan Manfaat
yang Makin Menurun (The law of Diminishing marginal utility) yaitu
bahwa awalnya sesorang konsumen mengkonsumsi satu unit barang tertentu akan
memperoleh atambahan Utilitas (manfaat) yang besar, akan tetapi tambahan unit
konsumsi barang tersebut akan memberikan tambahan Utilitas (manfaat yang
semakin menurun, dan bahkan dapat memberikan manfaat negatif. Dengan kata lain,
Utilitas marjinal (MU) mula-mula adalah besar, dan semakin menurun dengan
meningkatnya unit barang yang dikonsumsi.
4. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi preferensi,
yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking dan
ordering pilihan (preference, choice) diantara berbagai paket barang yang
tersedia. Konsep ini disebut dengan Transitivity dan rasionalitas. Misalnya,
jika A lebih disuka dari B atau A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C,
maka harus berlaku A lebih disuka dari C, atau A>C.
5. Pada teori Utilitas diasumsikan bahwa konsumen mempunyai
pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka
dianggap (diasumsikan) mengetahui persis kualitas barang, kapasitas produksi,
teknologi yang digunakan dsb.
D.
Teori Konsumsi dalam Perbaikan Ekonomi
Teori konsumsi dan tingkat perbaikan ekonomi.
2 hal ini sempat dikemukan oleh presiden SBY saat krisis ekonomi sempat hinggap
dan terus hinggap sehinga menjadi masalah tersendiri bagi perekonomian
Indonesia bangsa Indonesia secara keseluruhan.Tingkat konsumsi seperti apa ?
Waktu itu Presiden SBY memalui pemerintahannya sempat megajukan usulan peningkatkan
aktivitas konsumsi dalam ngeri untuk memulihkan perekonomian, secara tidak
langsung industri ekonomi dalam negri akan tumbuh dengan baik.
Konsumsi seperti apa ? pertanyaan yang terus
berulang, banyak pihak yang mengatakan bahwa daya beli masyarakat Indonesia
rendah. Kalau begitu apa ukurannya ? di sektor mana saja ? Sebuah jawaban yang
belum saya ketahui. Tapi sekarang mari kita lihat apakah sebenarnya daya beli
mayarakat Indonesia rendah .
Pernyataan daya beli masyarakat Indonesia
sebenarnya tidak lah rendah jika hal ini dihitung dari kebutuhan sekunder.Yang
masih membinggungkan sekarang ini ialah masyarakt Indonesia sepertinya tidak
lagi bisa membedakan yang mana kebutuhan primer atau kebutuhan sekunder ,sebuah
teori mengatakan ”Lihat saja sekarang hampir dari satu setengah populasi
penduduk Indonesia sudah punya mobile communication atau bahasa sederhananya
adalah handphone atau sim card proveider telepon selular”.
Handphone atau pun sim card bukalah barang
mahal lagi yang siap dikonsumsi ,meskipun harganya bisa mencapai jutaan tidak
dipermasalahkan. Sedangkan kebutuhan primer berupa pangan,sandang dan papan
menjadi sesuatu yang terpinggirkan. Jika ditanya di kalangan menengah ke atas
jelas jawabnnya mereka bisa berimbang. Tapi kelas menengah ke bawah jawabannya
bisa mendua .Kenapa mendua ? karena barang sekunder seperti telepon selular
juga sudah menjadi kebutuhan wajib buat mereka. Harga yang biasnya diterapkan
oleh perusahaan telepon dan perusahaan provider memudahkan konsumen untuk
memilih handphone atau sim card yang mereka inginkan. Masalah pulsa jelas yang
ke dua .Sedangkan tariff yang berlomba-lomba masih diperangkan tetap menjadi
acuan konsumen. Konsumen menjadi konsumtif sekarang rendahkah daya beli
konsumen.
jika kembali ke bagaimana teori konsumsi dan
kebutuhan tersebut,jika saja semua orang Indonesia sadar dan bisa memilih
menyelamatkan ekonomi Indonesia terlebih dahulu baru ekonomi perusahaannya dan
ekonomi diri-nya atau apa apun itu saya yakin sebuah debat narsis tidak akan
terjadi,siapa yang ingin menjadi pahlawan,dan siapa yang hanya bermulut besar
akan tersadar tentang betapa besarnya sebuah arti nurani untuk kehidupan
bersama bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Teori Konsumsi adalah teori yang
mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan
pembelian / penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah
bagaimana ia memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam
berbagai situasi.
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam
perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatandisposebel)
perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan,
Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang
dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi,
suku bunga, dan jumlah uang beredar.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini yang dimana kami
membahas tentang “TEORI KONSUMSI”, penulis menggunakan sumber yang cukup
mendasar bagi judul makalah ini. Selain itu, bentuk pemaparan dan
penjelasan makalah ini menggunakan metode pendeskripsian dan argumentasi bagi
masalah-masalah yang dituangkan dalam makalah. Penggunaan gaya bahasa yang
mudah dipahami membuat sebuah kajian baru dalam menyelesaikan suatu studi
kasus.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk
itu penulis mengharapkan inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu
menyempurkan makalah ini. Untuk terakhir kalinya penulis berharap agar dengan
hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya dunia
pendidikan.